Rabu, 25 Juni 2014

Analisa tentang Komunitas Punk

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang.
            Komunitas anak punk adalah sebuah fenomena sosial yang tengah mewabah di seluruh kota-kota besar di Indonesia. Mereka berada di pusat-pusat kota dengan penampilannya yang ekstrim. Rambut mohawk ala suku Indian (rambut paku) dengan warna-warni yang terang/menyolok, sepatu boots, rantai dan spike (gelang berduri), bodypiercing (tindik), jaket kulit, celana jeans ketat, baju yang lusuh, atau t-shirt hitam, membuat setiap mata yang memandang merasa ganjil, curiga dan menyeramkan.
Berbagai kesan dan stigma negatif masyarakat ditujukan terhadap komunitas anak muda ini. Mereka dianggap kriminal, preman, brandal, perusuh, pemabuk, pengobat, urakan, dan orang-orang yang dianggap berbahaya. Hampir di setiap kota, keberadaan komunitas anak punk dipandang sebagai masalah yang meresahkan, sehingga upaya merazia mereka dilakukan dimana-mana dengan alasan mengganggu ketertiban umum.
Kini jumlahnya semakin bertambah. Menurutnya, kebanyakan anak punk ini memang terlalu mengikuti model dan gaya hidup yang bebas. Mereka ingin menjalani hidup tanpa ikatan dan aturan. Anak punk juga dianggap memilih jalan hidup dan prinsip yang salah dan berbeda dari manusia pada umumnya. Ketika pemerintah akan membina mereka supaya kembali ke jalan yang benar, anak punk ini tak mendengarkan perkataan orang tua, guru, dan nasehat dari orang lain.
Kehidupan anak punk banyak di malam hari. Mereka pulang ke rumah siang dan tidur. Saat malam tiba, mereka pun ke luar dari rumah bersama-sama temannya. Ada keanehan yang dialami gerombolan punk. Mereka tak bekerja, tapi ada uang. Bahkan pulsa handphone selalu ada. Keberadaan anak-anak pengamen di pinggir jalan bergaya aliran musik punk, bukti salah pembinaan orang tua. Anak-anak itu bukan kalangan orang susah, cuma saja salah pembinaan dari para orang tua mereka masing-masing. Kalangan orang tua, sebaiknya melakukan pembinaan anak-anaknya agar jangan terlalu bebas dan menjadi pengamen dipinggir-pinggir jalan, kurang baik dari pandangan orang asing. Kalau cara demikian terus menerus terjadi di pinggir jalan sebagai pengamen dan jauh dari kontrol orang tua, lama-lama bisa terarah ke sifat negatif. Mereka harus dibina agar mereka nantinya hidup layak dan tidak menjadi pemuda nakal masa akan datang.
Pernyataan lainnya, bahwa mereka bukan dari kalangan orang susah, ada benarnya. Kenyataannya saat ini, komunitas anak punk berasal dari berbagai kalangan. Sebagian anak punk berasal dari keluarga mampu, bahkan ada dari keluarga pejabat. Di sinilah muncul sebuah pertanyaan yang perlu dicermati. Jika memang mereka orang mampu, mengapa sampai turun ke jalanan. Apa yang melatarbelakanginya ? atau apa sesungguhnya yang mereka cari ?. Jawabannya bisa karena berbagai alasan, namun ini bisa juga menjadi salah satu alasan kita untuk memahami eksistensi punk yang sebenarnya.
Komunitas yang satu ini memang sangat berbeda dan unik. Komunitas anak punk merupakan bagian dari kehidupan dunia underground. Mereka tidak hanya sekedar sekelompok anak muda dengan busana yang ekstrim, hidup di jalanan dan musik yang keras, tetapi yang mendasar adalah mereka mempunyai ideologi politik dan sosial. Kehadiran mereka adalah perlawanan terhadap kondisi politik, sosial dan budaya yang ada dalam masyarakat.


B.     Rumusan Masalah.
Rumusan masalah yang digunakan untuk observasi saya ini adalah :
1.      Bagaimana eksistensi anak jalanan di tengah masyarakat ?
2.      Apa yang melatar belakangi mereka untuk menjadi anak jalanan ?
3.      Apa saja pengaruh yang timbul dengan keberadaan anak jalanan ?
4.      Apa sikap pemerintah dalam menangani permasalahan sosial tersebut ?


C.     Tujuan.
Tujuan disusunnya laporan ini antara lain :
1.      Untuk mengetahui eksistensi anak jalanan di tengah masyarakat.
2.      Untuk mengetahui latar belakang penyebab menjadi anak jalanan.
3.      Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh keberadaan anak jalanan.
4.      Untuk mengetahui sikap pemerintah dalam menangani permasalahan sosial tentang anak jalanan tersebut.



BAB II
DESKRIPSI HASIL

Awal eksistensi menjadi anak jalanan.
Dalam observasi saya kali ini, saya mendapatkan narasumber seorang remaja yang kurang lebih berusia 18 tahun yang bernama Azis dan sekarang duduk di bangku SMA. Dalam menjalani kehidupan menjadi seorang anak jalanan bukanlah berarti ia seorang yang kekurangan ekonomi. Karena jika dilihat dari faktor ekonomi, anak ini serba kecukupan dengan profesi kedua orang tuanya yang bekerja di bidang kesehatan. Ia memulai menjadi anak jalanan yang biasa disebut “anak punk” sejak berusia 13 tahun dimana ia sedang duduk di kelas 1 SMP, dia mengaku menjadi anak jalanan bukan untuk mencari uang atau kesulitan ekonomi, melainkan dikarenakan faktor keluarga yang kurang mendukung. Orang tua nya yang sibuk bekerja dan juga sering konflik mengakibatkan anak ini cenderung depresi dan ingin menjalin pergaulan di luar lingkup keluarga. Dimulai dari keseringan bekelahi dengan anak tetangga yang sebaya dengan umurnya, bahkan juga sering dengan saudaranya sendiri. Faktor yang semakin membuat anak ini lepas kendali dari orang tuanya adalah tidak adanya pengawasan yang kuat dari kedua orang tuanya dan malah mencukupi secara materi apa yang dibutuhkan si anak. Awal mula anak ini menjadi “anak punk” ialah saat ia mengenal seorang yang sering dipanggil “mbah punk”(seorang punk yang menjadi ketua di kelompoknya di sekitar alun-alun kab.karanganyar) dan mulai sejak itu pula mengenal yang namanya minuman keras, gaya rambut yang mencolok (mohawk), tatto dan lain sebagainya.
Mereka mengaku bahwa menjadi punk tidaklah harus melakukan kriminalitas dan membuat kericuhan, karena sesungguhnya menurut mereka “punk” adalah suatu solidaritas yang kuat dan hanya gaya hidup(lifestyle) semata, hal itu dapat dilihat dari sumber materi mereka yang bersumber dari orang tua mereka yang rata-rata merupakan anak dari orang yang terpandang. Dengan menjadi anak “punk” mereka mengaku mendapatkan saudara baru dan mendapatkan kebebasan berekspresi dan merasakan kesederhanaan hidup walaupun tanpa harta/uang dan mereka pun punya suatu paham yaitu we can do it ourselves serta menunjukan bahwa tidak adanya tingkat sosial/derajat sosial dan menganggap bahwa semua manusia itu sederajat, tidak memandang seseorang dari kekayaannya saja.
Mereka ingin merasakan apa yang dinamakan kebebasan dengan tidak ada aturan yang mengikat. Jika ditanyakan tentang kepercayaan mereka tentang agama,mereka mengaku bahwa masih punya agama dan menganggap bahwa hanya Tuhan yang mengatur tentang kehidupan manusia, bukan manusia yang mengatur manusia orang lain

Kegiatan yang dilakukan saat menjadi anak punk.
            Kegiatan selama mereka menjalani hidup sebagai anak “punk” adalah mengamen,nongkrong dan pesta pora. Akan tetapi tidak semuanya itu kegiatan negatif, menurut mereka ada beberapa alasan mereka melakukan kegiatan semacam itu. Sebagai contoh : mereka mengamen hanya semata untuk menghibur para pengguna jalan di tengah kemacetan dengan menggunakan alat musik sederhana dengan mendendangkan lagu-lagu yang lucu, mereka pergi untuk unjuk solidaritas kelompok sosial mereka sendiri pun tidak dengan mengompreng kendaraan umum ataupun nebeng para pengguna jalan yang lain, melainkan mereka menggunakan mobil pribadi mereka sendiri yang terbilang mobil keluaran baru. Hal itu dapat menggambarkan bahwa punk tidak semata mata adalah kelompok sosial yang antah-berantah. Yang menjadi salah satu bentuk kepedulian mereka ialah mengamen untuk salah satu kerabat mereka yang menjadi korban bencana alam tanah longsor di tawangmangu beberapa waktu yang lalu.
Pengaruh terhadap masyarakat di sekitarnya.
            Saat mereka melakukan kegiatan/aktivitas sehari-hari, tidak ada perilaku yang mencolok atau yang sekira nya harus diperhatikan. Masyarakat di sekitarnya cenderung untuk cuek dan menganggap hal itu adalah hal yang biasa dan tidak perlu diperhatikan, akan tetapi tetap ada beberapa orang masyarakat yang menganggap itu adalah sebuah gangguan sosial yang harus dibenahi, apalagi saat kelompok punk mengamen para masyarakat merasa terganggu, akan tetapi itu berasal dari kelompok punk yang bukan saya wawancarai. Kelompok punk tersebut lebih terkesan memaksa saat mengamen dan terlihat lebih menyeramkan dalam hal berdandan (tatto, body piercing dll). Nah, beberapa kelompok punk ini yang harusnya menjadi perhatian yang lebih keras dari pihak dinas sosial atau bahkan pihak yang berwajib, karena selama ini hanya ada razia dan selanjutnya mereka bisa beraktivitas lagi seperti biasa.
Faktor Penyebab.     
            Berdasarkan observasi yang saya lakukan ini, saya dapat menyimpulkan beberapa faktor yang menyababkan seseorang menjadi anak punk, antara lain :
1.      Faktor dari diri sendiri.
            Faktor ini merupakan faktor yang paling penting, biasanya seseorang ingin keluar dari suatu lingkungan dan mencari lingkungan yang lain untuk melampiaskan kepenatannya.

2.      Faktor Lingkungan Keluarga.
            Keluarga sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan remaja. Kasih sayang orang tua dan anggota keluarga yang lain akan memberi dampak dalam kehidupan mereka. Demikian pula cara mendidik dan contoh tauladan dalam keluarga khususnya orang tua akan sangat memberi bekasan yang luar biasa. Seorang remaja juga memerlukan komunikasi yang baik dengan orang tua, karena ia ingin dihargai, didengar dan diperhatikan keluhan-keluhannya. Dalam masalah ini, diperlukan orang tua yang dapat bersikap tegas, namun akrab (friendly). Mereka harus bisa bersikap sebagai orang tua, guru dan sekaligus kawan. Dalam mendidik anak dilakukan dengan cara yang masuk akal (logis), mampu menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk, melakukan pendekatan persuasif dan memberikan perhatian yang cukup. Semua itu tidak lain, karena remaja sekarang semakin kritis dan wawasannya berkembang lebih cepat akibat arus informasi dan globalisasi
3.      Faktor Lingkungan Sekolah.
Sekolah adalah rumah kedua, tempat remaja memperoleh pendidikan formal, dididik dan diasuh oleh para guru. Dalam lingkungan inilah remaja belajar dan berlatih untuk meningkatkan kemampuan daya pikirnya. Bagi remaja yang sudah menginjak perguruan tinggi, nampak sekali perubahan perkembangan intelektualitasnya. Tidak hanya sekedar menerima dari para pengajar, tetapi mereka juga berfikir kritis atas pelajaran yang diterima dan mampu beradu argumen dengan pengajarnya.

4.      Faktor Pergaulan Teman Sebaya.
            Teman sebaya adalah sangat penting sekali pengaruhnya bagi remaja, baik itu teman sekolah, organisasi maupun teman bermain. Dalam kaitannya dengan pengaruh kelompok sebaya, kelompok sebaya (peer groups) mempunyai peranan penting dalam penyesuaian diri remaja, dan bagi persiapan diri di masa mendatang. Serta berpengaruh pula terhadap pandangan dan perilakunya. Sebabnya adalah, karena remaja pada umur ini sedang berusaha untuk bebas dari keluarga dan tidak tergantung kepada orang tua.
5.      Faktor Dunia Luar.
            Pada masa remaja, emosi masih labil, pencarian jati diri terus menuntut untuk mencari apa potensi yang ada di dalam diri masing-masing. Pada masa inilah seseorang sangat rapuh, mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Seiring dengan pesatnya perkembangan scane punk yang ada di Indonesia, komunitas punk mampu menyihir remaja Indonesia untuk masuk ke dalam komunitas punk. Tetapi tidak semua remaja Indonesia tertarik dengan apa yang ada di dalam punk itu sendiri. Sebagian remaja di Indonesia hanya mengkonsumsi sedikit yang ada di dalam punk. Atau bisa dikatakan hanya ikut-ikutan dengan teman sebayanya.



BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

Kajian Teori
            Dalam menganalisis hasil observasi saya kali ini, saya menggunakan beberapa teori untuk mengkajinya, antara lain :
1)      Teori Dahrendorf tentang kelompok kepentingan yang antagonis.
2)      Teori Michel Foucault tentang adanya Postmodern.
Teori Dahrendorf tentang kelompok kepentingan yang antagonis.
            Dalam uraiannya tentang kelompok-kelompok kepentingan yang antagonis. Dahrendorf membuat distingsi antara kelompok potensial dengan kelompok yang aktual. Kalau sejumlah orang mempunyai kepentingan bersama-sama, entah itu kepentingan yang disadari atau tidak disadari, namun mereka belum ber organisasi dan bersatu. Mereka disebut kelompok potensial antagonis. Mereka mempunya kemungkinan (potensial) untuk menjadi kelompok aktual, tetapi untuk sementara mereka hanya menjadi benih saja. Selama mereka belum punya organisasi, mereka tidak bertemu, tidak saling tukar-menukar pandangan atau menyusun rencana juang bersama, sehingga diantara mereka belum dapat lahir suatu solidaritas dan perasaan bersatu
            Dari teori ini dapat, struktur kelompok “punk” dapat kita analisa sebagai kelompok aktual yang terdiri dari satuan individu. Mereka mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama, yaitu mencari kebebasan, sebelum mereka menjadi kelompok aktual, mereka menjadi individu-individu yang kacil dan belum berpengaruh pada satuan kelompok sosial karena belum adanya rasa solidaritas yang menumbuhkembangkan rasa persatuan anggota kelompok. Setelah mereka saling bertemu dan bersatu menjadi kelompok sosial, mereka menjadi kelompok sosial yang aktual, karena dapat dikatakan mereka sudah mempunya organisasi dan perasaan bersatu sebagai anak “punk”. Dalam kelompok ini mereka mempunyai rasa persaudaraan yang tinggi serta adanya kepedulian yang kuat antar sesama anggota kelompok.
Teori Michel Foucault tentang adanya Postmodern.
            Foucault menjelaskan bagaimana masyarakat modern bisa mereduksi sebuah kekuasaan dari sebuah pengetahuan, serta begitu juga sebaliknya. Pengetahuan yang dimilki oleh individu bisa menciptakan sebuah kekuasaan didalam masyarakat. Kekuasaan bentuknya tidak harus dari atas, kekuasaan bukan datang dari para penguasa atau negara, kekuasaan tidak dapat mutlak menjadi milik individu, dan kekuasaan ada pada disekitar kita.
Dan permasalahan sosial yang saya teliti saat ini yaitu komunitas anak “punk”.”punk”merupakan hal yang tidak asing lagi bagi kita. Komunitas ini bisa kita temui dimana saja, biasanya mereka bergerombol di perempatan jalan ataupun di pinggir jalan raya. Mereka biasanya mengamen, berkumpul di sudut jalan dan bercengkrama dengan temannya. “punk”identik dengan anak muda dengan gaya rambut mohawk, bertato, celana jeans, dan bertindik. Ketika masyarakat mengetahui anak “punk”, yang pertama terlintas dibenak adalah hal yang negatif. Mereka begitu identik dengan anak remaja yang nakal dan tidak tahu arah atau bisa dikatakan sedang mencari jati diri mereka. Dapat dikatakan bahwa mereka yang mengikuti aliran ini memiliki prinsip kebebasan dan perlawanan. Perlawanan terhadap norma yang ada di masyarakat. Jadi kebebasan itu tidak ada batasnya. Bebas dalam arti tidak merasa terdominasi oleh orang lain. Dalam faktanya “punk” tidak berarti pada konsep negatif saja. “punk”dengan tampilan yang terkesan kumal dan jorok sebenarnya ingin menunjukkan sebuah penolakan terhadap semua yang menindas. Anak-anak yang tergabung dalam komunitas “punk” tidak selalu anak yang terkesan liar dan tidak punya aturan.
            Sepengetahuan saya, banyak dari anak “punk”tersebut yang berpendidikan tinggi. Mereka meyelesaikan sekolah hingga bangku perkuliahan. Oleh sebab itu, pengetahuan anak “punk”tidak hanya sebatas itu-itu saja, mereka memiliki pengetahuan umum yang sangat luas. Dalam pengakuannya yang dibibeberkan oleh mereka, anak “punk”tersebut menginginkan adanya kebebasan. Mereka merasa bahwa terdominasi oleh kaum kapitalis. Mereka sebenarnya ingin terlepas dari kehidupan yang menelan banyak uang demi kesenangan sendiri. Mereka ingin menciptakan semua itu di masyarakat.




Genealogi (asal usul sebuah pengetahuan)punkers dapat dilihat dari awal asal usulnya. Dari tampilannya, punkers seperti tidak terurus dan kumal. Namun sebagian dari mereka bukan datang dari keluarga yang tidak mampu. Mereka ada yang datang dari golonhgan anak orang kaya, tetapi mereka mau tergabung dengan komunitas ini. Serta dari segi pendidikan, rata-rata mereka awalnya juga mengenyam pendidikan yang layak namun akhirnya juga tergabung dengan komunitas ini, karena banyak juga dari pengaruh teman sebanya. Awalnya mereka yang tergabung dalam komunitas ini hanya tertarik pada aliran musik “punk”. Namun lama kelamaan mereka terjun juga didalam aktifitas sehari-hari punkers. Punkers itu sendiri juga tidak hanya melakukan hal yang negative, banyak aksi-aksi dan kegiatan sosial yang diikutinya.
“Punk” adalah komunitas yang sebenarnya bukanlah musik atau fashion semata. Tetapi “punk” sebenarnya adalah attitude atau sikap yang lahir dari sifat memberontak, ketidakpuasan, marah dan benci. Dari sifat-sifat inilah maka lahirlah “punk”. Ras tidak puas hati dan marah pada sesuatu terutama tindakan yang menindas yang ditunjukkan dan dimasukkan ke dalam musik dan pakaian. “punk” juga sangat pro dengan lingkungan dan “punk” juga sangat benci dengan permasalahan sosial, politik, dan ekonomi yang menindas masyarakat kecil.
Komunitas “punk” memang sangat berbeda dengan komunitas pada umumnya. Banyak orang yang menilai komunitas “punk” termasuk komunitas yang urakan, berandalan, dan sebagainya. Namun dicermati lebih dalam banyak sekali yang dapat Anda lihat dari komunitas ini. Punkers sendiri terbagi menjadi beberapa komunitas-komunitas yang memiliki ciri khas tersendiri. Setiap komunitas memiliki ciri khas yang berbeda dan memiliki kreatifitasnya masing-masing.




Berikut adalah beberapa sikap kelompok pemuda ini:
• Anti kapitalisme       : di Indonesia saat ini, kesenjangan antara segelintir orang yang kaya dan kaum miskin sangat tajam. Menurut kaum punk salah satu hal yang mendukung keadaan ini adalah sistem kapitalis yang membantu orang kaya menindas kaum miskin.
• Kedaulatan manusia : kaum ini memperjuangkan hak-hak seorang individu untuk menjalankan nasibnya sendiri.
• Anti diskriminasi      : pada saat ini Indonesia terpecah isu-isu SARA, kaum “punk” mencoba membangunkan toleransi.

Pengetahuan tentang keadaan sosial indonesia.
Jika dilihat dari kacamata Foucault, maka komunitas “punk” ini mempunyai kekuasaan dalam kebebasan. “punk” sebenarnya memiliki suatu paham yang mengajak para pengikutnya untuk terus melawan, menentang ketidakadilan, menjunjung tinggi kebebasan, dan terutama saling menghargai umat manusia. Yang dilihat Foucault dari pengetahuan “punk” itu tentang ideologi budayanya, dari persamaan hak, kreatifitas, dan kritik terhadap itu tadi. Kekuasaannya dicurahkan dalam hal kebebasan.
“punk” sebenarnya bukan fashion semata, tapi di dalam jiwa seorang punker terdapat kekuasaan pengetahuan menurut Foucault. Dari kekuasaan pengetahuannya “punk” disini menginginkan suatu kebebasan dan menerapkan paham kebebasan. Kebebasan yang diinginkan punker bukanlah bebas sebebas-bebasnya, akan tetapi kebebsan yang bertanggung jawab, maksudnya komunitas “punk” berani bertanggung jawab secara pribadi dari apa yang dilakukannya. Dalam pendisiplinan tubuhnya yang dilihatkan oleh punker adalah anti kemapanan, mempunyai semangat dalam perubahan, kreatif dalam segala bidang misal berkarya dalam bidang musik, inilah tindakan seorang punker dalam medisiplinkan tubuhnya. Selain itu, tindakan “punk” walaupun mereka hidup di jalan tetapi “punk” perduli terhadap keadaan sosial politik dan ekonomi yang terjadi di indonesia.
Paham kebebasan yang diterapkan oleh komunitas “punk” ini berbeda dengan kebebasan-kebebasan lainnya. Dalam “punk” penerapan kebebasannya yaitu seperti kebebasan dalam berkreatifitas dan mengkritisi pemerintah dengan cara membuat lagu dengan lirik-lirik kritikan permasalahan sosial politik yang beraliran keras, keras dalam arti marah sebagai kebebasan “punk”untuk mengungkapkan aspirasi mereka dalam membela kaum yang tertindas.
Jika dikaitkan dengan teori Foucault, maka komunitas “punk”adalah komunitas yang memiliki pengetahuan dan kekuasaan yang berbeda dengan komunitas lainnya. Keberadaan komunitas punk disebabkan adanya kekuasaan yang melestarikannya. Kekuasaan tersebut berupa pengetahuan mengenai “punk”yang digeneralisasikan dan disebarkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, seperti yang telah dijelaskan bahwa “punk”menginginkan dan menganut paham kebebasan. Namun kebebasan yang dianut komunitas “punk”bukan kebebasan yang sebebas-bebasnya, melainkan kebebasan yang bertanggung jawab. Kebebasan tindakan dalam komunitas ini seperti kritis dalam melihat kondisi sosial politik dan kretif dalam berbagai bidang, seperti bermusik, musiknya pun menggunakan nada keras dan marah, serta liriknya mengenai kritikan terhadap negara.











BAB IV
PENUTUP

            Jika kita lihat aspek-aspek yang digunakan untuk mengkaji permasalahan sosial tentang anak jalanan ini, semuanya saling berkaitan, yaitu antara teori Dafrehdorf tentang stigma kelompok antagonis dan teori Michel Foucault tentang asal usul sebuah pengetahuan tentang suatu kelompok yang bisa dikaitkan dengan kelompok anak “punk”. Jika dahrendorf berpendapat yaitu sebuah kelompok tidak akan bisa bersatu tanpa adanya pertemuan, persamaan pendapat atau gagasan, persamaan tujuan. Mereka hanya bisa disatukan dengan adanya satu tujuan yang sama, walaupun mereka berasal dari latar belakang yang berbeda-beda.
            Dengan teori foucault, dapat dianalisis asal-usul dari kelompok “punk”. “Punk” adalah komunitas yang sebenarnya bukanlah musik atau fashion semata. Tetapi “punk” sebenarnya adalah attitude atau sikap yang lahir dari sifat memberontak, ketidakpuasan, marah dan benci. Dari sifat-sifat inilah maka lahirlah “punk”. Ras tidak puas hati dan marah pada sesuatu terutama tindakan yang menindas yang ditunjukkan dan dimasukkan ke dalam musik dan pakaian. “punk” juga sangat pro dengan lingkungan dan “punk” juga sangat benci dengan permasalahan sosial, politik, dan ekonomi yang menindas masyarakat kecil.

            Tapi semua pendapat dari teori itu tetap mempunyai tujuan yang sama, yaitu tujuan untuk merdeka, tanpa penindasan, hak untuk bebas, lepas dari belenggu kebebasan. Dan ditegaskan bahwa “punk” tidak semata-mata gerombolan para pembuat kerusuhan, tergantung dari para individu memahami apa arti “punk” sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar