BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.
Komunitas anak punk adalah sebuah
fenomena sosial yang tengah mewabah di seluruh kota-kota besar di Indonesia.
Mereka berada di pusat-pusat kota dengan penampilannya yang ekstrim. Rambut mohawk
ala suku Indian (rambut paku) dengan warna-warni yang terang/menyolok, sepatu
boots, rantai dan spike (gelang berduri), bodypiercing (tindik),
jaket kulit, celana jeans ketat, baju yang lusuh, atau t-shirt hitam, membuat
setiap mata yang memandang merasa ganjil, curiga dan menyeramkan.
Berbagai kesan dan stigma negatif masyarakat ditujukan terhadap
komunitas anak muda ini. Mereka dianggap kriminal, preman, brandal, perusuh,
pemabuk, pengobat, urakan, dan orang-orang yang dianggap berbahaya. Hampir di
setiap kota, keberadaan komunitas anak punk dipandang sebagai masalah yang
meresahkan, sehingga upaya merazia mereka dilakukan dimana-mana dengan alasan
mengganggu ketertiban umum.
Kini jumlahnya semakin bertambah. Menurutnya, kebanyakan anak punk
ini memang terlalu mengikuti model dan gaya hidup yang bebas. Mereka ingin
menjalani hidup tanpa ikatan dan aturan. Anak punk juga dianggap memilih jalan
hidup dan prinsip yang salah dan berbeda dari manusia pada umumnya. Ketika
pemerintah akan membina mereka supaya kembali ke jalan yang benar, anak punk
ini tak mendengarkan perkataan orang tua, guru, dan nasehat dari orang lain.
Kehidupan anak punk banyak di malam hari. Mereka pulang ke rumah
siang dan tidur. Saat malam tiba, mereka pun ke luar dari rumah bersama-sama temannya.
Ada keanehan yang dialami gerombolan punk. Mereka tak bekerja, tapi ada uang.
Bahkan pulsa handphone selalu ada. Keberadaan anak-anak pengamen di pinggir
jalan bergaya aliran musik punk,
bukti salah pembinaan orang tua. Anak-anak itu bukan kalangan orang susah, cuma
saja salah pembinaan dari para orang tua mereka masing-masing. Kalangan orang
tua, sebaiknya melakukan pembinaan anak-anaknya agar jangan terlalu bebas dan
menjadi pengamen dipinggir-pinggir jalan, kurang baik dari pandangan orang asing.
Kalau cara demikian terus menerus terjadi di pinggir jalan sebagai pengamen dan
jauh dari kontrol orang tua, lama-lama bisa terarah ke sifat negatif. Mereka
harus dibina agar mereka nantinya hidup layak dan tidak menjadi pemuda nakal
masa akan datang.
Pernyataan lainnya, bahwa mereka bukan dari kalangan orang susah,
ada benarnya. Kenyataannya saat ini, komunitas anak punk berasal dari berbagai
kalangan. Sebagian anak punk berasal dari keluarga mampu, bahkan ada dari
keluarga pejabat. Di sinilah muncul sebuah pertanyaan yang perlu dicermati.
Jika memang mereka orang mampu, mengapa sampai turun ke jalanan. Apa yang
melatarbelakanginya ? atau apa sesungguhnya yang mereka cari ?. Jawabannya bisa
karena berbagai alasan, namun ini bisa juga menjadi salah satu alasan kita
untuk memahami eksistensi punk yang sebenarnya.
Komunitas yang satu ini memang sangat berbeda dan unik. Komunitas
anak punk merupakan bagian dari kehidupan dunia underground. Mereka
tidak hanya sekedar sekelompok anak muda dengan busana yang ekstrim, hidup di
jalanan dan musik yang keras, tetapi yang mendasar adalah mereka mempunyai
ideologi politik dan sosial. Kehadiran mereka adalah perlawanan terhadap
kondisi politik, sosial dan budaya yang ada dalam masyarakat.
B.
Rumusan
Masalah.
Rumusan masalah yang digunakan untuk
observasi saya ini adalah :
1.
Bagaimana
eksistensi anak jalanan di tengah masyarakat ?
2.
Apa
yang melatar belakangi mereka untuk menjadi anak jalanan ?
3.
Apa
saja pengaruh yang timbul dengan keberadaan anak jalanan ?
4.
Apa
sikap pemerintah dalam menangani permasalahan sosial tersebut ?
C.
Tujuan.
Tujuan disusunnya laporan ini antara lain :
1.
Untuk
mengetahui eksistensi anak jalanan di tengah masyarakat.
2.
Untuk
mengetahui latar belakang penyebab menjadi anak jalanan.
3.
Untuk
mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh keberadaan anak jalanan.
4.
Untuk
mengetahui sikap pemerintah dalam menangani permasalahan sosial tentang anak
jalanan tersebut.
BAB II
DESKRIPSI HASIL
Awal eksistensi menjadi anak jalanan.
Dalam observasi saya kali ini, saya mendapatkan
narasumber seorang remaja yang kurang lebih berusia 18 tahun yang bernama Azis
dan sekarang duduk di bangku SMA. Dalam menjalani kehidupan menjadi seorang
anak jalanan bukanlah berarti ia seorang yang kekurangan ekonomi. Karena jika
dilihat dari faktor ekonomi, anak ini serba kecukupan dengan profesi kedua
orang tuanya yang bekerja di bidang kesehatan. Ia memulai menjadi anak jalanan
yang biasa disebut “anak punk” sejak berusia 13 tahun dimana ia sedang duduk di
kelas 1 SMP, dia mengaku menjadi anak jalanan bukan untuk mencari uang atau
kesulitan ekonomi, melainkan dikarenakan faktor keluarga yang kurang mendukung.
Orang tua nya yang sibuk bekerja dan juga sering konflik mengakibatkan anak ini
cenderung depresi dan ingin menjalin pergaulan di luar lingkup keluarga.
Dimulai dari keseringan bekelahi dengan anak tetangga yang sebaya dengan
umurnya, bahkan juga sering dengan saudaranya sendiri. Faktor yang semakin
membuat anak ini lepas kendali dari orang tuanya adalah tidak adanya pengawasan
yang kuat dari kedua orang tuanya dan malah mencukupi secara materi apa yang
dibutuhkan si anak. Awal mula anak ini menjadi “anak punk” ialah saat ia
mengenal seorang yang sering dipanggil “mbah punk”(seorang punk yang menjadi
ketua di kelompoknya di sekitar alun-alun kab.karanganyar) dan mulai sejak itu
pula mengenal yang namanya minuman keras, gaya rambut yang mencolok (mohawk),
tatto dan lain sebagainya.
Mereka mengaku bahwa menjadi punk tidaklah harus
melakukan kriminalitas dan membuat kericuhan, karena sesungguhnya menurut
mereka “punk” adalah suatu solidaritas yang kuat dan hanya gaya
hidup(lifestyle) semata, hal itu dapat dilihat dari sumber materi mereka yang
bersumber dari orang tua mereka yang rata-rata merupakan anak dari orang yang
terpandang. Dengan menjadi anak “punk” mereka mengaku mendapatkan saudara baru
dan mendapatkan kebebasan berekspresi dan merasakan kesederhanaan hidup
walaupun tanpa harta/uang dan mereka pun punya suatu paham yaitu we can do it
ourselves serta menunjukan bahwa tidak adanya tingkat sosial/derajat sosial dan
menganggap bahwa semua manusia itu sederajat, tidak memandang seseorang dari
kekayaannya saja.
Mereka ingin merasakan apa yang dinamakan kebebasan
dengan tidak ada aturan yang mengikat. Jika ditanyakan tentang kepercayaan
mereka tentang agama,mereka mengaku bahwa masih punya agama dan menganggap
bahwa hanya Tuhan yang mengatur tentang kehidupan manusia, bukan manusia yang
mengatur manusia orang lain
Kegiatan yang dilakukan saat menjadi
anak punk.
Kegiatan
selama mereka menjalani hidup sebagai anak “punk” adalah mengamen,nongkrong dan
pesta pora. Akan tetapi tidak semuanya itu kegiatan negatif, menurut mereka ada
beberapa alasan mereka melakukan kegiatan semacam itu. Sebagai contoh : mereka
mengamen hanya semata untuk menghibur para pengguna jalan di tengah kemacetan
dengan menggunakan alat musik sederhana dengan mendendangkan lagu-lagu yang
lucu, mereka pergi untuk unjuk solidaritas kelompok sosial mereka sendiri pun
tidak dengan mengompreng kendaraan umum ataupun nebeng para pengguna jalan yang
lain, melainkan mereka menggunakan mobil pribadi mereka sendiri yang terbilang
mobil keluaran baru. Hal itu dapat menggambarkan bahwa punk tidak semata mata
adalah kelompok sosial yang antah-berantah. Yang menjadi salah satu bentuk
kepedulian mereka ialah mengamen untuk salah satu kerabat mereka yang menjadi
korban bencana alam tanah longsor di tawangmangu beberapa waktu yang lalu.
Pengaruh
terhadap masyarakat di sekitarnya.
Saat
mereka melakukan kegiatan/aktivitas sehari-hari, tidak ada perilaku yang
mencolok atau yang sekira nya harus diperhatikan. Masyarakat di sekitarnya
cenderung untuk cuek dan menganggap hal itu adalah hal yang biasa dan tidak
perlu diperhatikan, akan tetapi tetap ada beberapa orang masyarakat yang
menganggap itu adalah sebuah gangguan sosial yang harus dibenahi, apalagi saat
kelompok punk mengamen para masyarakat merasa terganggu, akan tetapi itu
berasal dari kelompok punk yang bukan saya wawancarai. Kelompok punk tersebut
lebih terkesan memaksa saat mengamen dan terlihat lebih menyeramkan dalam hal
berdandan (tatto, body piercing dll). Nah, beberapa kelompok punk ini yang
harusnya menjadi perhatian yang lebih keras dari pihak dinas sosial atau bahkan
pihak yang berwajib, karena selama ini hanya ada razia dan selanjutnya mereka
bisa beraktivitas lagi seperti biasa.
Faktor
Penyebab.
Berdasarkan
observasi yang saya lakukan ini, saya dapat menyimpulkan beberapa faktor yang
menyababkan seseorang menjadi anak punk, antara lain :
1.
Faktor
dari diri sendiri.
Faktor ini merupakan faktor yang
paling penting, biasanya seseorang ingin keluar dari suatu lingkungan dan
mencari lingkungan yang lain untuk melampiaskan kepenatannya.
2.
Faktor
Lingkungan Keluarga.
Keluarga sangat besar pengaruhnya
dalam kehidupan remaja. Kasih sayang orang tua dan anggota keluarga yang lain
akan memberi dampak dalam kehidupan mereka. Demikian pula cara mendidik dan
contoh tauladan dalam keluarga khususnya orang tua akan sangat memberi bekasan
yang luar biasa. Seorang remaja juga memerlukan komunikasi yang baik dengan
orang tua, karena ia ingin dihargai, didengar dan diperhatikan
keluhan-keluhannya. Dalam masalah ini, diperlukan orang tua yang dapat bersikap
tegas, namun akrab (friendly). Mereka harus bisa bersikap sebagai orang tua,
guru dan sekaligus kawan. Dalam mendidik anak dilakukan dengan cara yang masuk
akal (logis), mampu menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk, melakukan
pendekatan persuasif dan memberikan perhatian yang cukup. Semua itu tidak lain,
karena remaja sekarang semakin kritis dan wawasannya berkembang lebih cepat
akibat arus informasi dan globalisasi
3.
Faktor
Lingkungan Sekolah.
Sekolah
adalah rumah kedua, tempat remaja memperoleh pendidikan formal, dididik dan
diasuh oleh para guru. Dalam lingkungan inilah remaja belajar dan berlatih
untuk meningkatkan kemampuan daya pikirnya. Bagi remaja yang sudah menginjak
perguruan tinggi, nampak sekali perubahan perkembangan intelektualitasnya.
Tidak hanya sekedar menerima dari para pengajar, tetapi mereka juga berfikir
kritis atas pelajaran yang diterima dan mampu beradu argumen dengan
pengajarnya.
4.
Faktor
Pergaulan Teman Sebaya.
Teman sebaya adalah sangat penting
sekali pengaruhnya bagi remaja, baik itu teman sekolah, organisasi maupun teman
bermain. Dalam kaitannya dengan pengaruh kelompok sebaya, kelompok sebaya (peer
groups) mempunyai peranan penting dalam penyesuaian diri remaja, dan bagi
persiapan diri di masa mendatang. Serta berpengaruh pula terhadap pandangan dan
perilakunya. Sebabnya adalah, karena remaja pada umur ini sedang berusaha untuk
bebas dari keluarga dan tidak tergantung kepada orang tua.
5.
Faktor
Dunia Luar.
Pada masa remaja, emosi masih labil,
pencarian jati diri terus menuntut untuk mencari apa potensi yang ada di dalam
diri masing-masing. Pada masa inilah seseorang sangat rapuh, mudah terpengaruh
oleh lingkungan sekitar. Seiring dengan pesatnya perkembangan scane punk yang
ada di Indonesia, komunitas punk mampu menyihir remaja Indonesia untuk masuk ke
dalam komunitas punk. Tetapi tidak semua remaja Indonesia tertarik dengan apa
yang ada di dalam punk itu sendiri. Sebagian remaja di Indonesia hanya
mengkonsumsi sedikit yang ada di dalam punk. Atau bisa dikatakan hanya
ikut-ikutan dengan teman sebayanya.
BAB III
PEMBAHASAN
MASALAH
Kajian
Teori
Dalam
menganalisis hasil observasi saya kali ini, saya menggunakan beberapa teori
untuk mengkajinya, antara lain :
1) Teori Dahrendorf tentang kelompok
kepentingan yang antagonis.
2) Teori Michel Foucault tentang adanya
Postmodern.
Teori
Dahrendorf tentang kelompok kepentingan yang antagonis.
Dalam
uraiannya tentang kelompok-kelompok kepentingan yang antagonis. Dahrendorf
membuat distingsi antara kelompok potensial dengan kelompok yang aktual. Kalau
sejumlah orang mempunyai kepentingan bersama-sama, entah itu kepentingan yang
disadari atau tidak disadari, namun mereka belum ber organisasi dan bersatu.
Mereka disebut kelompok potensial antagonis. Mereka mempunya kemungkinan
(potensial) untuk menjadi kelompok aktual, tetapi untuk sementara mereka hanya
menjadi benih saja. Selama mereka belum punya organisasi, mereka tidak bertemu,
tidak saling tukar-menukar pandangan atau menyusun rencana juang bersama,
sehingga diantara mereka belum dapat lahir suatu solidaritas dan perasaan
bersatu
Dari
teori ini dapat, struktur kelompok “punk” dapat kita analisa sebagai kelompok
aktual yang terdiri dari satuan individu. Mereka mempunyai kepentingan dan
tujuan yang sama, yaitu mencari kebebasan, sebelum mereka menjadi kelompok
aktual, mereka menjadi individu-individu yang kacil dan belum berpengaruh pada
satuan kelompok sosial karena belum adanya rasa solidaritas yang
menumbuhkembangkan rasa persatuan anggota kelompok. Setelah mereka saling
bertemu dan bersatu menjadi kelompok sosial, mereka menjadi kelompok sosial
yang aktual, karena dapat dikatakan mereka sudah mempunya organisasi dan
perasaan bersatu sebagai anak “punk”. Dalam kelompok ini mereka mempunyai rasa
persaudaraan yang tinggi serta adanya kepedulian yang kuat antar sesama anggota
kelompok.
Teori
Michel Foucault tentang adanya
Postmodern.
Foucault menjelaskan bagaimana masyarakat
modern bisa mereduksi sebuah kekuasaan dari sebuah pengetahuan, serta begitu
juga sebaliknya. Pengetahuan yang dimilki oleh individu bisa menciptakan sebuah
kekuasaan didalam masyarakat. Kekuasaan bentuknya tidak harus dari atas,
kekuasaan bukan datang dari para penguasa atau negara, kekuasaan tidak dapat mutlak
menjadi milik individu, dan kekuasaan ada pada disekitar kita.
Dan permasalahan sosial yang saya teliti saat ini yaitu
komunitas anak “punk”.”punk”merupakan
hal yang tidak asing lagi bagi kita. Komunitas ini bisa kita temui dimana saja,
biasanya mereka bergerombol di perempatan jalan ataupun di pinggir jalan raya.
Mereka biasanya mengamen, berkumpul di sudut jalan dan bercengkrama dengan
temannya. “punk”identik dengan anak muda dengan gaya rambut mohawk, bertato, celana jeans, dan
bertindik. Ketika masyarakat mengetahui anak “punk”, yang pertama terlintas dibenak adalah hal yang negatif. Mereka begitu identik dengan anak
remaja yang nakal dan tidak tahu arah atau bisa dikatakan sedang mencari jati
diri mereka. Dapat dikatakan bahwa mereka yang mengikuti aliran ini memiliki
prinsip kebebasan dan perlawanan. Perlawanan terhadap norma yang ada di
masyarakat. Jadi kebebasan itu tidak ada batasnya. Bebas dalam arti tidak
merasa terdominasi oleh orang lain. Dalam faktanya “punk” tidak berarti pada
konsep negatif
saja. “punk”dengan tampilan yang terkesan kumal dan jorok sebenarnya ingin
menunjukkan sebuah penolakan terhadap semua yang menindas. Anak-anak yang
tergabung dalam komunitas “punk” tidak selalu anak yang terkesan liar dan tidak
punya aturan.
Sepengetahuan
saya, banyak dari anak “punk”tersebut yang berpendidikan tinggi. Mereka
meyelesaikan sekolah hingga bangku perkuliahan. Oleh sebab itu, pengetahuan anak “punk”tidak hanya
sebatas itu-itu saja, mereka memiliki pengetahuan umum yang sangat luas. Dalam
pengakuannya yang dibibeberkan oleh mereka, anak “punk”tersebut menginginkan adanya kebebasan. Mereka merasa
bahwa terdominasi oleh kaum kapitalis. Mereka sebenarnya ingin terlepas dari kehidupan yang menelan
banyak uang demi kesenangan sendiri. Mereka ingin menciptakan semua itu di
masyarakat.
Genealogi (asal usul sebuah pengetahuan)punkers dapat dilihat dari awal asal usulnya. Dari tampilannya, punkers seperti tidak terurus dan kumal.
Namun sebagian dari mereka bukan datang dari keluarga yang tidak mampu. Mereka
ada yang datang dari golonhgan anak orang kaya, tetapi mereka mau tergabung
dengan komunitas ini. Serta dari segi pendidikan, rata-rata mereka awalnya juga
mengenyam pendidikan yang layak namun akhirnya juga tergabung dengan komunitas
ini, karena banyak juga dari pengaruh teman sebanya. Awalnya mereka yang
tergabung dalam komunitas ini hanya tertarik pada aliran musik “punk”. Namun lama kelamaan mereka terjun juga
didalam aktifitas sehari-hari punkers.
Punkers itu sendiri juga tidak hanya melakukan hal yang negative, banyak
aksi-aksi dan kegiatan sosial yang diikutinya.
“Punk” adalah
komunitas yang sebenarnya bukanlah musik atau fashion semata. Tetapi “punk”
sebenarnya adalah attitude atau sikap yang lahir dari sifat memberontak,
ketidakpuasan, marah dan benci. Dari sifat-sifat inilah maka lahirlah “punk”. Ras
tidak puas hati dan marah pada sesuatu terutama tindakan yang menindas yang
ditunjukkan dan dimasukkan ke dalam musik dan pakaian. “punk” juga
sangat pro dengan lingkungan dan “punk” juga sangat benci dengan
permasalahan sosial, politik, dan ekonomi yang menindas masyarakat kecil.
Komunitas “punk” memang sangat berbeda dengan
komunitas pada umumnya. Banyak orang yang menilai komunitas “punk” termasuk
komunitas yang urakan, berandalan, dan sebagainya. Namun dicermati lebih dalam
banyak sekali yang dapat Anda lihat dari komunitas ini. Punkers sendiri terbagi menjadi beberapa komunitas-komunitas yang
memiliki ciri khas tersendiri. Setiap komunitas memiliki ciri khas yang berbeda
dan memiliki kreatifitasnya masing-masing.
Berikut adalah beberapa sikap kelompok pemuda ini:
• Anti
kapitalisme : di Indonesia saat ini,
kesenjangan antara segelintir orang yang kaya dan kaum miskin sangat tajam.
Menurut kaum punk salah satu hal yang mendukung keadaan ini adalah
sistem kapitalis yang membantu orang kaya menindas kaum miskin.
•
Kedaulatan manusia : kaum ini
memperjuangkan hak-hak seorang individu untuk menjalankan nasibnya sendiri.
• Anti
diskriminasi : pada saat ini
Indonesia terpecah isu-isu SARA, kaum “punk” mencoba
membangunkan toleransi.
Pengetahuan
tentang keadaan sosial indonesia.
Jika
dilihat dari kacamata Foucault, maka komunitas “punk” ini
mempunyai kekuasaan dalam kebebasan. “punk” sebenarnya memiliki suatu paham
yang mengajak para pengikutnya untuk terus melawan, menentang ketidakadilan,
menjunjung tinggi kebebasan, dan terutama saling menghargai umat manusia. Yang
dilihat Foucault dari pengetahuan “punk” itu tentang ideologi budayanya,
dari persamaan hak, kreatifitas, dan kritik terhadap itu tadi. Kekuasaannya
dicurahkan dalam hal kebebasan.
“punk”
sebenarnya bukan fashion semata, tapi di dalam jiwa seorang punker terdapat kekuasaan pengetahuan
menurut Foucault. Dari kekuasaan pengetahuannya “punk” disini
menginginkan suatu kebebasan dan menerapkan paham kebebasan. Kebebasan yang
diinginkan punker bukanlah bebas
sebebas-bebasnya, akan tetapi kebebsan yang bertanggung jawab, maksudnya
komunitas “punk”
berani bertanggung jawab secara pribadi dari apa yang dilakukannya. Dalam
pendisiplinan tubuhnya yang dilihatkan oleh punker
adalah anti kemapanan, mempunyai semangat dalam perubahan, kreatif dalam segala
bidang misal berkarya dalam bidang musik, inilah tindakan seorang punker dalam medisiplinkan tubuhnya.
Selain itu, tindakan “punk” walaupun mereka hidup di jalan
tetapi “punk”
perduli terhadap keadaan sosial politik dan ekonomi yang terjadi di indonesia.
Paham
kebebasan yang diterapkan oleh komunitas “punk” ini
berbeda dengan kebebasan-kebebasan lainnya. Dalam “punk” penerapan
kebebasannya yaitu seperti kebebasan dalam berkreatifitas dan mengkritisi
pemerintah dengan cara membuat lagu dengan lirik-lirik kritikan permasalahan
sosial politik yang beraliran keras, keras dalam arti marah sebagai kebebasan “punk”untuk mengungkapkan
aspirasi mereka dalam membela kaum yang tertindas.
Jika dikaitkan dengan teori Foucault,
maka komunitas “punk”adalah
komunitas yang memiliki pengetahuan dan kekuasaan yang berbeda dengan komunitas
lainnya. Keberadaan komunitas punk disebabkan adanya kekuasaan yang
melestarikannya. Kekuasaan tersebut berupa pengetahuan mengenai “punk”yang digeneralisasikan dan disebarkan
oleh masyarakat. Oleh karena itu, seperti yang telah dijelaskan bahwa “punk”menginginkan dan menganut paham
kebebasan. Namun kebebasan yang dianut komunitas “punk”bukan kebebasan yang sebebas-bebasnya,
melainkan kebebasan yang bertanggung jawab. Kebebasan tindakan dalam komunitas
ini seperti kritis dalam melihat kondisi sosial politik dan kretif dalam
berbagai bidang, seperti bermusik, musiknya pun menggunakan nada keras dan
marah, serta liriknya mengenai kritikan terhadap negara.
BAB IV
PENUTUP
Jika
kita lihat aspek-aspek yang digunakan untuk mengkaji permasalahan sosial
tentang anak jalanan ini, semuanya saling berkaitan, yaitu antara teori
Dafrehdorf tentang stigma kelompok antagonis dan teori Michel Foucault tentang
asal usul sebuah pengetahuan tentang suatu kelompok yang bisa dikaitkan dengan
kelompok anak “punk”. Jika dahrendorf berpendapat yaitu sebuah kelompok tidak
akan bisa bersatu tanpa adanya pertemuan, persamaan pendapat atau gagasan,
persamaan tujuan. Mereka hanya bisa disatukan dengan adanya satu tujuan yang
sama, walaupun mereka berasal dari latar belakang yang berbeda-beda.
Dengan
teori foucault, dapat dianalisis asal-usul dari kelompok “punk”. “Punk” adalah
komunitas yang sebenarnya bukanlah musik atau fashion semata. Tetapi “punk”
sebenarnya adalah attitude atau sikap yang lahir dari sifat memberontak,
ketidakpuasan, marah dan benci. Dari sifat-sifat inilah maka lahirlah “punk”. Ras
tidak puas hati dan marah pada sesuatu terutama tindakan yang menindas yang
ditunjukkan dan dimasukkan ke dalam musik dan pakaian. “punk” juga
sangat pro dengan lingkungan dan “punk” juga sangat benci dengan
permasalahan sosial, politik, dan ekonomi yang menindas masyarakat kecil.
Tapi
semua pendapat dari teori itu tetap mempunyai tujuan yang sama, yaitu tujuan
untuk merdeka, tanpa penindasan, hak untuk bebas, lepas dari belenggu kebebasan.
Dan ditegaskan bahwa “punk” tidak semata-mata gerombolan para pembuat
kerusuhan, tergantung dari para individu memahami apa arti “punk” sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar